Senin, 25 Oktober 2010
Kau Tak Kenal Dirimu dan Tak Kenal Dirinya(1)
Kau Tak Kenal Dirimu dan Tak Kenal Dirinya
Saudaraku, semoga Allah mengokohkan imanku dan imanmu … perjalanan hidup ini acapkali kita lalui dengan ‘ ketidaksadaran '.
Bukan linglung, pingsan, atau hilang ingatan.
Akan tetapi karena kita tidak sadar tentang hakekat diri dan kedudukan kita serta kita tidak sadar betapa agung hak Rabb yang telah menciptakan kita atas diri kita. Berangkat dari ‘ ketidaksadaran’ itulah muncul ‘penyakit ganas’ berikutnya yang bernama ketidaksabaran.
Tentang hakekat diri dan kedudukan kita, maka bacalah firman-Nya (yang artinya), “ Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada- Ku. ” (QS. adz-Dzariyat: 56).
Kita adalah hamba yang harus menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apa saja.
Adapun mengenai keagungan Rabb (Allah) yang telah menciptakan kita, maka bacalah firman-Nya (yang artinya), “Segala puji bagi Allah, Rabb seru sekalian alam. ”(QS. al-Fatihah:1).
Allah lah sosok paling berjasa kepada kita dan yang paling layak untuk mendapatkan cinta.
Tatkala seorang hamba telah kehilangan dua buah ilmu ini - ilmu tentang hakekat dirinya dan ilmu tentang keagungan hak Rabbnya- maka pupuslah harapan untuk menggapai kebahagiaan yang sebenarnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Seorang hamba akan sampai pada tujuannya -dengan meniti jalan yang lurus- adalah dengan merealisasikan kedua macam ma ’rifat ini baik dalam bentuk ilmu maupun keadaan/ sikap hidup, sedangkan keterputusannya -untuk bisa menggapai tujuan- adalah karena dia kehilangan keduanya.
Inilah kandungan makna ucapan mereka -sebagian orang bijak-, ‘ Barangsiapa yang mengenal - hakekat- dirinya niscaya akan mengenali -keagungan- Rabbnya ’…” (al-Fawa’id, hal. 133)
Nah, sadarkah dirimu bahwa Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya? Sadarkah dirimu bahwa hidup di dunia ini tiada artinya jika tidak digunakan untuk menghamba kepada-Nya? Sadarkah dirimu, betapa besar anugerah dan nikmat yang Allah curahkan kepada kita -yang semestinya kita syukuri dengan hati, lisan dan segenap anggota badan kita- di sepanjang perjalanan hidup yang kita lalui, di setiap jengkal tanah yang kita pijak dan setiap bangunan rumah yang kita huni.
Aduhai, betapa seringnya kita tak sadar, terlena oleh suasana, melupakan hakekat diri kita dan melalaikan hak Rabb kita atas diri kita.
Allah ta ’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh jika kalian bersyukur maka pasti akan Aku tambahkan nikmat kepada kalian, akan tetapi jika kalian kufur/ingkar maka sesungguhnya siksa-Ku sangatlah pedih. ” (QS. Ibrahim: 7).
Allah ta’ala berfirman pula (yang artinya), “Betapa sedikit hamba-hamba-Ku yang pandai bersyukur. ” (QS. Saba’: 13)
Saudaraku, untuk apakah kau pergunakan waktu yang diberikan Allah kepadamu? Waktu yang begitu berharga ini kerapkali kita sia-siakan.
Jangankan berpikir untuk melipatgandakan pahala amalan, bahkan sekedar untuk beramal yang ringan pun kita sering berat dan menganggapnya sebagai beban atau bahkan siksaan! Padahal Rabb kita jalla fi ‘ulaah telah memberikan janji luar biasa bagi hamba yang patuh kepada-Nya.
Allah berfirman (yang artinya), “ Barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya sungguh dia akan mendapatkan keberuntungan yang sangat besar. ” (QS. al-Ahzab: 71).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. ” (QS. Thaha: 123)
Ketidaksadaran itulah yang membuahkan ketidaksabaran.
Tidak sabar dalam menjalani ketaatan.
Tidak sabar dalam menjauhi kemaksiatan.
Dan tidak sabar dalam menghadapi perihnya musibah yang menimpa hati maupun badan.
Oleh sebab itu tidak ada yang beruntung kecuali orang-orang yang sabar.
Bukankah Allah ta ’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya semua orang merugi, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3)
Bagi banyak orang ketaatan terkadang dirasakan memberatkan dan tidak menyenangkan.
Yaitu tatkala seorang hamba tidak lagi menyadari bahwa kesulitan yang dihadapinya di saat berjuang menegakkan ketaatan adalah ujian untuk membuktikan sejauh mana kualitas iman pada dirinya.
Allah ta ’ala berfirman (yang artinya), “Alif lam mim.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja mengatakan, ‘Kami beriman’ lantas mereka pun tidak diuji?” (QS. al-Ankabut: 1-2).
Bersambung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Saran dan Kritik anda. .