Minggu, 26 September 2010

Sejarah Batulicin (Tanah Bumbu)

Pada masa kolonial Hindia Belanda, wilayah Kabupaten Tanah Bumbu terdiri atas 5 daerah : Kerajaan Batoe Litjin, Kerajaan Kusan, Kerajaan Pagatan, Kerajaan Sabamban dan Distrik Satui (bagian dari Afdeeling Tanah Laoet)

¤. Sejak dahulu kala wilayah tenggara pulau Kalimantan bukanlah daerah tidak bertuan karena daerah ini juga sudah dihuni oleh penduduk asli Kalimantan. Di daerah Cantung terdapat sebuah yoni yang menunjukkan adanya pengaruh agama Hindu memasuki wilayah ini. Sebelum terjadinya migrasi suku Bugis ke wilayah ini, menurut Hikayat Banjar yang bab terakhirnya ditulis tahun 1663, seluruh wilayah tenggara Kalimantan menjadi bagian dari Kerajaan Pasir dibawah pemerintahan Aji Tunggul sebagai bawahan Sultan Banjar IV Mustain- Bilah/Marhum Panembahan. Belakangan Sultan Banjar mengambil wilayah Kalimantan Tenggara untuk diperintah keturunannya dengan nama Kerajaan Tanah Bumbu.

¤. Dalam Hikayat Banjar menyebutkan bahwa pada pertengahan abad ke-17 Sultan Makassar meminjam tanah untuk berdagang yang kelak dikenal sebagai Kerajaan Tanah Bumbu dan Kalimantan Timur kepada Sultan Banjar IV Mustain Billah, pada waktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654 yang akan menjadikan wilayah tenggara dan timur Kalimantan sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa- Tallo)[2], dengan demikian mulai berdatanganlah suku- suku dari Sulawesi dengan bukti adanya makam Islam tertua dari seorang putri dari suku Mandar yang bernama Nyai Galih.

¤. 1660-1700, atas permintaan suku Dayak setempat dalam rangka mengamankan wilayah dan antisipasi banyaknya pendatang dari luar maka Pangeran Dipati Tuha (Raden Basus) putera Sultan Saidullah ditunjuk sebagai raja membawahi wilayah antara Tanjung Silat sampai Tanjung Aru yang dinamakan Kerajaan Tanah Bumbu dengan pusat pemerintahan di daerah Pamukan. Pangeran Dipati Tuha digantikan puteranya Pangeran Mangu dan seorang putera lainnya Pangeran Citra menjadi sultan negeri Kelua. Pangeran Mangu (1700-1740) digantikan putrinya yaitu Ratu Mas. Ratu Mas (1740-1780) menikahi dengan Daeng Malewa yang bergelar Pangeran Dipati; pasangan ini beranak Ratu Intan I, Pangeran Prabu dan Pangeran Layah[3]

¤. 1733 : Puana Dekke miminjam tanah di wilayah Tanah Kusan kepada Sultan Tamjidullah I yang kelak dinamakan Pagatan.

¤. 1775 : La Pangewa/Hasan Pangawa?/Panggawa Tatieop?, selaku pemimpin orang Bugis-Pagatan direstui Adji Djawa? penguasa kerajaan Bangkalaan/ keturunan Pangeran Dipati Tuha-Raja Tanah Bumbu untuk menggantikan Puana Dekke dan kemudian ia juga direstui oleh Sultan Tahmidullah II sebagai raja pertama Kerajaan Pagatan, setelah menggempur Pangeran Amir ( Raja Kusan I) yang menyingkir hingga ke Kuala Biaju untuk meminta bantuan suku Dayak dan Bakumpai.

¤. 1780 : Kerajaan Tanah Bumbu dipecah menjadi wilayah utara menjadi kerajaan Bangkalaan yang dipimpin Pangeran Prabu bergelar Sultan Sepuh, dan wilayah selatan di bawah Ratu Intan I yang dikenal sebagai Ratu Cantung dan Batulicin. Ratu Intan I menikahi Sultan Anom dari Pasir berputra Pangeran Haji Muhammad/Maj Pangeran, Andin Kedot, Andin Girok, dan Andin Proah. Pangeran Layah beranak Gusti Cita dan Gusti Tahora. Kelak penguasa utama daerah- daerah ini dibawah keturunan dari Pangeran Dipati Tuha.

¤. 1785 : Pangeran Amir seorang keturunan dinasti Sultan Kuning dibantu Arung Tarawe menyerang Tabaneo dengan pasukan 3000 orang Bugis-Paser berkekuatan 60 buah perahu untuk menuntut tahta Kesultanan Banjar dari Tahmidullah II.

¤. 14 Mei 1787 : Pangeran Amir (kakeknya Pangeran Antasari) ditangkap Kompeni Belanda, kemudian diasingkan ke Srilangka.

¤. 13 Agustus 1787 : Sultan Tahmidullah II dari Banjar menyerahkan kedaulatan Kesultanan Banjar kepada VOC menjadi daerah protektorat dengan Akte Penyerahan di depan Residen Walbeck, setelah VOC berhasil menyingkirkan Pangeran Amir, rivalnya dalam perebutan tahta. Sebagian besar Kalimantan menjadi properti perusahaan VOC.

¤. 1788 : Sultan Dipati Anom Alamsyah menjadi Sultan Pasir III sampai tahun 1799. Sultan ini menikahi Ratu Intan I yaitu Ratu dari Tjangtoeng dan Batoe Litjin.

¤. 1789 : Kedaulatan atas daerah Pasir dan Pulau Laut diserahkan VOC kembali kepada Sultan Banjar, Tahmidullah II.

¤. 1826 : 4 Mei 1826 (26 Ramadhan 1241 H) Sultan Banjar (Sultan Adam al- Watsiq Billah), menyerahkan wilayah tenggara dan timur Kalimantan beserta daerah lainnya kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.


Sumber: wikipedia bahasa indonesia

1 komentar:

Tinggalkan Saran dan Kritik anda. .